Oleh
: Roby Tri Wahyudi[1]
Arus globalisasi yang terus berjalan
dari wakyu ke waktu dengan begitu banyak kemajuan di bidang teknologi serta
ilmu pengetahuannya telah deras melingkupi seluruh negara yang ada didunia ini.
Tak ada jarak antara satu negara dengan negara lain sehingga seluruh akses
serta peristiwa dapatlah kita ketahui melalui berbagai perantara media
elektronik dan cetak yang serba deras yang ada disekitar kita.
Pada dasarnya setiap negara yang hadir serta terbentuk sebagai negara berdaulat tidaklah terlupakan akan sejarah panjang berdirinya negara tersebut. Ada berbagai paham dan ideologi yang muncul sebagai bentuk dari ruh pergerakan yang membawa pada satu tujuan yaitu kemerdekaan dan kebebasan. Setiap negarapun memiliki karakteristik pahamnya sendiri. Seperti kita ketahui banyak ideologi yang hadir Dimuka bumi ini terpaksa diperkenalkan baik untuk melakukan perlawanan terhadap gerakan kolonialisme dan imperialisme maupun sengaja dikenalkan guna melakukan ekspansi hegemoni dan ambisi menjadi negara adikuasa. Salah satu paham yang sangat terkenal ialah paham nasionalisme.
Pada dasarnya setiap negara yang hadir serta terbentuk sebagai negara berdaulat tidaklah terlupakan akan sejarah panjang berdirinya negara tersebut. Ada berbagai paham dan ideologi yang muncul sebagai bentuk dari ruh pergerakan yang membawa pada satu tujuan yaitu kemerdekaan dan kebebasan. Setiap negarapun memiliki karakteristik pahamnya sendiri. Seperti kita ketahui banyak ideologi yang hadir Dimuka bumi ini terpaksa diperkenalkan baik untuk melakukan perlawanan terhadap gerakan kolonialisme dan imperialisme maupun sengaja dikenalkan guna melakukan ekspansi hegemoni dan ambisi menjadi negara adikuasa. Salah satu paham yang sangat terkenal ialah paham nasionalisme.
Nasionalisme merupakan paham yang
meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikan kepada negara dan
bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu
sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi
kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa[2].
Pengertian tersebut telah banyak diperkenalkan serta disebarluaskan sehingga
suatu negara memiliki satu ikatan emosional yang sangat kuat ketika keberadaan
negaranya mulai terancam dari hal-hal yang mengganggu harkat, martabat, dan
kebudayaan satu bangsa.
Kita perlu mengingat bagaimana
gerakan Nasionalisme berkembang diberbagai belahan dunia seperti Amerika ketika
terjadi peperangan saudara, paham dengan menitik beratkan pada satu loyalitas
yang tinggi dan besar terhadap bangsa dan negara mampu menyatukan kulit hitam
dan kulit putih yang ada di sana. Di India kita mengenal gerakan Gandhi yang
begitu populer dalam memerangi penjajahan Eropa, di Turki sang
attaturkmempelopori gerakan nasionalisme demi menyelamatkan Turki dari
kehancuran, di Cina Sun Yat Sen, pelopor gerakan nasional Cina yang mengajarkan
Sun Min Chu I (tiga asas kerakyatan), yaitu Min Chu (nasionalisme), Min Chuan
(demokrasi), dan Min Shen (sosialisme). Gerakan nasional Cina berhasil
mengusir Inggris serta melahirkan Republik Cina, serta gerakan nasionalisme
lainnya.
Banyaknya gerakan nasionalisme yang
bermunculan dengan berbagai kadar dan tingkat frekuensi semangat penjiwaan
nampaknya ada yang salah dalam pandangan kita sebagai seorang muslim.Masalah
tersebut hadir ketika paham nasionalisme mampu mengalahkan eksistensi
keberadaan agama, bahkan menghilangkan agama yang merupakan satu fitrah manusia
yang mampu menembus dimensi vertikal dan horizontal kita. Segala petunjuk
kehidupan serta hakikat sebagai manusia yang hidup diajarkan melalui Dien ini
dengan sempurnanya, lantas mengapa begitu banyak umat beragama mengesampingkan
hukum agama dibandingkan semangat nasionalisme?
Sebagai seorang muslim hendaknya
kita menyadari bahwasanya sejarah mengatakan nasionalisme muncul awalnya
sebagai pemersatu bangsa yang kala itu terjadi satu diskriminasi dan konflik
hebat serta penjajahan yang tak bertanggungjawab. Semua sepakat atas dasar
persamaan wilayah, suku, bahasa, serta kondisi membuat semuanya bersatu hanya
untuk satu hal yakni kemerdekaan dari segala bentuk koloni. Jauh setelah islam
hadirlah nasionalisme muncul namun membawa satu misi yang tak seindah awal
kemunculannya. Begitu banyak kepentingan yang menyusup atas nama nasionalisme,
syekh Ali Thantawi mengatakan bahwa “nasionalisme sudah menjadi ‘benda usang’.
Dunia kini tidak lagi dipecah-belah oleh paham nasionalisme akan tetapi oleh
ideologi. Kita dapat melihat ideologi ‘kiri’ telah mampu menyatukan Rusia,
Yugoslavia, Kuba, Cina, dan bangsa-bangsa yang lain. Namun dalam hal ini Islam
telah lebih dahulu melangkah, saat menjadikan ideologi bahkan nasab, dan bahasa
sebagai alat pemersatu”[3].
Telah begitu banyak peristiwa yang
mengatasnamakan nasionalisme yang berkembang disekitar kita, dalam hemat saya
hal ini merupakan satu bentuk dari pelunturan dan pengaburan nilai-nilai Islam
yang dilakukan oleh musuh-musuh islam, padahal Allah telah mengatakan di dalam
Al-Quran “Orang-orang yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘sesungguhnya petunjuk Allah itulah
petunjuk yang benar....”[4].
Kondisi inilah yang menjadi satu peringatan bagi kita Dimana media dan
kecanggihan teknologi melalui sarana internet serta program di televisi gencar
melakukan pengaburan terhadap eksistensi nilai islam. Aliran serta paham
ideologi yang merusak keimanan dan keyakinan kita begitu dahsyat menghantam
seperti gerakan Sekulerisme, Liberalisme, Komunisme, Sosialisme, Feminisme,
Fasisme serta yang lainnya menjadikan kita berada pada satu periode perang
dingin yang tak lain dan tak bukan sering kita sebut dengan “perang pemikiran”.
Menurut paham nasionalisme,
kepentingan bangsa mengatasi semua kepentingan, termasuk kepentingan agama.
Masalah nasionalisme juga menyangkut masalah prinsip, metode, dan sekaligus
tujuan satu bangsa. Akibatnya bermunculan kehidupan yang berwarna nasional
mulai dari kebudayaan nasional, wawasan nasional, kerukunan nasional, makanan
nasional dan lainnya[5].
Maka secara praktis akan menggusur identitas keislaman seorang muslim dari
seluruh sektor kehidupan. Setiap yang berbau islam dianggap anasional,
bertentangan dengan kepentingan nasional dan patut dimusuhi dan disingkirkan
demi menjaga keutuhan nasional.
Oleh karena itu hendaknya kita dapat memahami betapa pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang benar dan kaffah, sesuai dengan Al-Quran dan sunah serta tuntunan teladan Rasulullaah Muhammad SAW. Masalah sebenarnya ada dalam diri kita yang mencampur adukkan hal diluar dari Islam ditambah kemauan kita untuk memperdalam dan mengamalkan ajaran Islam masih jauh dari yang diharapkan. Hal inilah yang menjadi tanda tanya besar mengapa kita mendikotomikan islam dan nasionalisme, Dimana dan apa masalahmu sebenarnya?
[1] Penggiat ILTC (IndonesianLeaders Training Center), Ka.BEM Universitas
Negeri Jakarta 2012
[2] www.wikipedia.org
[3]Thantawi Ali, 1998. Fatwa-fatwa
terpopuler Ali Thantawi. Solo : Era intermedia
[4]Qs.Al-Baqarah 120
[5]LDK UNJ, Panduan Mentoring.
2010 bab GozwulFikr
Ket: Materi ini disampaikan pada acara Mentoring Gabungan Fakultas Teknik UNJ dengan tema "Islam, Pancasila, dan Nasionalisme" yang diselenggarakan oleh BSO IMC FSI AL-BIRUNI, Jum'at, 10 Mei 2013, di HAMAS (Halaman Kemahasiswaan) Fakultas Teknik UNJ.
sumber: http://salimunj.com/lainnya/opini/285-apa-masalahmu-saat-nasionalisme-mengaburkan-agamamu.html
Ket: Materi ini disampaikan pada acara Mentoring Gabungan Fakultas Teknik UNJ dengan tema "Islam, Pancasila, dan Nasionalisme" yang diselenggarakan oleh BSO IMC FSI AL-BIRUNI, Jum'at, 10 Mei 2013, di HAMAS (Halaman Kemahasiswaan) Fakultas Teknik UNJ.
sumber: http://salimunj.com/lainnya/opini/285-apa-masalahmu-saat-nasionalisme-mengaburkan-agamamu.html
0 Komentar