Ahlan wa Sahlan Sahabat FSI Al-Biruni..

Cita-Cita


Pada umumnya, manusia akan berpikir dan berpikir sesuai dengan akidah, pandangan hidup, dan cita-citanya. Pengalaman hidup manusia mengarjakan bahwa iman dan cita-cita yang tetanam di dalam hati adalah sumber utama optimisme. Manusia yang bgercita-cita tinggi akan siap mengorbankan apa saja yang ia miliki, harta maupun nyawa, manakala pengorbanan itu diperlukan dalam upaya meraih cita-citanya. Sedang manusia yang tidak memiliki cita-cita akan cepat berputus asa, pasrah tak berdaya di hadapan nasib yang mengungkungnya.

Menjalani hidup tanpa cita-cita dan harapan masa depan hanya akan mengantarkan kehampaan dan sia-sia.manusia yang tidak memiliki iman dan cita-cita selama hidupnya tak ubahnya seperti binatang. Siklus kehidupanya hanya berputar diantara hal-hal yang rutin saja: mencari makan, tidur berkenbang biak, lalu mati. Setelah itu, selesailah urusan. Ia hanya berpikir tentang isi perut dan dorongan syahwat yang ada di bawah perutnya. Baginya, memikirkan idealisme perjuangan atau kehidupan setelah mati adalah sia-sia dan membuang-buang waktu. Inilah pertanda manusia yang pendek akalnya. Hidupnya dihabiskan hanya untuk sesuatu yang dekat dan gampang dicpai, sebab ia tak mampu berpikir dan berbuat lebih jauh dari itu.

Allah SWT menegur manusia yang hanya memperhatikan kehidupan dunia dalam firmanNya:” Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasanya, niscaya "Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka tidak akan di rugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh apa-apa di akhirat,kecuali neraka. Dan disitulah tiada berguna apa yang telah mereka usahakan , dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan.” (QS Hud: 15-16) 

Segala bentuk pertualangan hidup yang mereka jalani tidak akan pernah bergeser dari materi. Keadaan mereka persu\is seperti yang digambarkan Rasulullah saw dalam sebuah sabdanya, ”Agama mereka adalah perut mreka, kiblat mereka adalah perempuan mereka, tujuan mereka adalah dirham mereka.”

Gaya hidup dan mentalitas demikian, menurut Al-Qur’an, adalah gaya hidup orang-orang kafir. Karena tidak beriman pada kehidupan akhirat, mereka mengerahkan segala daya upaya untuk memperturutkan hawa nafsu. Alangkah malangnya nasib manusia yang berpandangan seperti itu.

Seorang mukmin tidak akan memiliki cita-cita serendah itu dalam meniti hidupnya di dunia. Gaya hidup mukmin haqqon (orang-orang yang benar-benar beriman) sangat jauh berbeda dengan gaya hidup orang kafir. Mukmin adalah terminologi Qur’an yang khusus dan spesifik dinisbatkan kepada sosok peribadi manusia secara total, utuh, dan menyeluruh menyerahkan hidup dan kehidupanya, jiwa dan raganya, wawasan dan pikirannya,niat dan amal perbuatannya hanya untuk Allah SWT. Puncak cita-citanya adalah keridhaan Allah (mardhatillah). Itulah cita-cita di atas segala cita-cita. Bagaimana dengan kita?

Previous
Next Post »
0 Komentar